Ilab Gunadarma

Senin, 25 Desember 2017

REVIEW JURNAL INTERNATIONAL




REVIEW JURNAL INTERNATIONAL

Judul             : Quality Function Deployment(QFD) - A Means For Developing Usable Products
Penulis          : Karin Bergquist *, John Abeysekera
Asal Negara : Division of Industrial Ergonomics, Luleh University of Technology, S-971 87 Lulea, Sweden
Jurnal            : International Journal of Industrial Ergonomics
Volume          : Volume 18, Issue 4, October 1996, Pages 269-275
Diterima        : 27 Oktober 1994
Direvisi          : 29 Mei 1995
Reviewer      : Nur Fitri Rahayu

Direview        : 25 Desember 2017

       PENDAHULUAN
Proses pengembangan produk adalah suatu prioritas yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pelanggan atau manusia. Untuk mengungkapkan informasi tentang kebutuhan dan persyaratan manusia dibutuhkan sebuah pengetahuan, yaitu pengetahuan ergonomi yang berarti pengetahuan mengenai suatu produk. Produk yang berkualitas tinggi dapat dianggap sebagai produk ergonomis atau produk yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Jadi, pengetahuan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan apa atau tuntutan apa yang diinginkan pelanggan dan untuk menyederhanakan serta membuat pengembangan produk menjadi lebih efisien. Metode yang digunakan untuk menterjemakan kebutuhan manusia secara sistematis yang disesuaikan dengan karakteristik produk dan dapat membantu meningkatkan kualitas produk adalah metode QFD (Quality Function Deployment). Penyebaran fungsi mutu bertujuan untuk mengidentifikasi pelanggan bersamaan dengan tuntutan produk mereka, yang diterjemahkan ke dalam karakteristik produk. Kebutuhan pelanggan dapat ditentukan dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterbatasan manusia, yang dapat diprediksi lebih mudah dengan bantuan pengetahuan dalam ergonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemungkinan dan keuntungan menggunakan metode QFD di bidang ergonomi. Untuk tujuan ini, metode QFD digunakan dalam studi kasus mengenai penggunaan sepatu keselamatan dalam cuaca yang dingin.

     STUDI KASUS
Studi kasus ini mengamati tentang penggunaan sepatu keselamatan pada cuaca dingin dalam sebuah proyek yang berjudul aspek ergonomis dari perangkat pelindung pribadi yang digunakan pada cuaca yang dingin. Maksud dari proyek ini adalah untuk meningkatkan kualitas helm, sepatu dan sarung tangan, berkenaan dengan aspek ergonomis seperti kecocokan, mobilitas, kenyamanan termal, bobot rendah dll, bila digunakan pada cuaca yang dingin. Tujuannya adalah untuk memperbaiki koordinasi antara kedua jenis perlindungan yang terlibat dalam pemakaian pelindung tersebut, yaitu. perlindungan dari bahaya kerja dan perlindungan terhadap suhu rendah. Untuk mendapatkan informasi mengenai prioritas pelanggan mengenai sepatu keselamatan yang digunakan dalam cuaca dingin, maka dilakukanlah survei dengan cara kuesioner. Survey dilakukan oleh 125 pekerja di luar ruangan di Swedia Utara. Kemudian diminta untuk menentukan peringkat yang akan digunakan untuk merancang sepatu keselamatan dalam cuaca dingin. Tujuan utama analisis QFD yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah untuk mengungkapkan informasi tentang karakteristik produk dari sepatu keselamatan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan untuk sebagian besar.

HASIL dan PEMBAHASAN


Langkah pertama untuk analisis QFD, yaitu menentukan kebutuhan pelanggan yang mungkin merupakan langkah terpenting dalam proses perencanaan produk. Informasi tentang kebutuhan pelanggan dan prioritas mereka dapat diperoleh melalui metode kuesioner. Dalam studi kasus kebutuhan pelanggan ditentukan melalui survei kuesioner, sebagai berikut:
·         Mobilitas - Kenyamanan Termal
·         Penampilan Bagus - Kemudahan untuk don / doff
·         Fit berjalan kaki - Bobot rendah
·         Daya tahan – Adjustability
·         Anti slip - Perlindungan dari bahaya kerja
Langkah kedua, yaitu memberikan peringkat pada karakteristik produk untuk kebutuhan pelanggan yang diinginkan. Kebutuhan pelanggan dapat dinilai atau diberi peringkat oleh pelanggan dalam skala, mis. 1-10, di mana skala 1 berarti paling tidak penting dan skala 10 berarti yang terpenting. Hasil survei kuesioner menghasilkan informasi tentang bobot rata-rata sepatu keselamatan yang digunakan dalam cuaca dingin. Menurut pelanggan, pas di kaki adalah hal yang paling penting yang perlu dipenuhi saat merancang sepatu keselamatan disusul dengan kenyamanan termal, bobot rendah dll. Bobot rata-rata yang didapat dari hasil kuesioner yang berkaitan dengan sepatu keselamatan, yaitu ditunjukkan pada Tabel 1. 

Informasi ini digunakan secara langsung dalam analisis QFD sebagai dasar untuk menerjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam karakteristik produk yang dinyatakan dalam istilah teknis. Meskipun harga sepatu merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh pelanggan, namun hal itu dihilangkan dari daftar kebutuhan pelanggan karena penyediaan dan pembelian sepatu keselamatan merupakan tanggung jawab pengusaha dan pelanggan sebenarnya karena itu tidak termasuk dengan banyaknya biaya sepatu keselamatan.
Langkah ketiga adalah karakterisitk produk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Informasi ini bisa didapat dari produsen atau dari teknisi produksi atau ahli di masing-masing produk. Karakteristik produk pada analisis QFD produk sepatu keselamatan dalam cuaca dingin, yaitu pusat gravitasi, ruang sepatu yang besar, ukuran, sifat insulasi, kualitas tahan banting, permeabilitas, desain tunggal, desain toecap. Alasan mengapa sifat insulasi, kualitas tahan banting dan permeabilitas masuk dalam daftar karakteristik produk ini karena ketiga hal itu adalah faktor yang menentukan sifat termal sepatu.
Langkah keempat adalah membandingkan hubungan karakteristik produk dengan produk yang berbeda. Hubungan ini diilustrasikan dengan hubungan positif dengan tanda + negatif - dan jika ada keraguan apakah ada hubungan itu diilustrasikan dengan ?. Dengan membandingkan karakteristik produk yang berbeda, maka hubungan mereka dapat diidentifikasi. Misalnya, ada hubungan terbalik (-) antara 'permeabilitas' dan 'isolasi', karena insulasi yang meningkat menyebabkan permeabilitas menurun.
Langkah kelima adalah Hubungan antara kebutuhan pelanggan dan karakteristik produk. Setiap kebutuhan pelanggan dibandingkan dengan setiap karakteristik produk. Hubungan ini diberi nilai pada skala 0, 1, 3, 9, di mana 9 sesuai dengan hubungan yang sangat kuat, kuat, 1 sampai yang lemah dan 0 tanpa hubungan. Hubungan yang kuat antara karakteristik produk dan kebutuhan pelanggan berarti mengubah karakteristik produk akan sangat mempengaruhi permintaan pelanggan. Jika permintaan pelanggan adalah kebutuhan prioritas menurut pelanggan, maka perubahan karakteristik tersebut akan mempengaruhi total kualitas produk. Sejauh produk memenuhi tuntutan pelanggan. Dalam kasus sepatu keselamatan, ada hubungan yang sangat kuat antara pas di kaki dan ukuran oleh karena itu diberi rating 9 (kuat). Hubungan antara mobilitas dan ukuran sangat kurang kuat dan diberikan rating 3 (medium),  yaitu 3 kali lebih kecil bila dibandingkan dengan hubungan antara pas di kaki dan ukuran.
Langkah keenam adalah pembobotan. Ketika sudah menentukan karakteristik produk apa yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, maka bobot keseluruhan dihitung, yaitu dengan mengalikan bobot pelanggan dan pembobotan numerik dari hubungan, dan menjumlahkan keduanya, masing-masing karakteristik produk diberi bobot keseluruhan. Sebagai contoh, bobot pusat gravitasi diperoleh sebagai berikut (1 x 10)+(6 x 3)+(5 x 3) = 43. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi karakteristik yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Bobot keseluruhan yang tinggi dapat diperoleh jika ada hubungan yang kuat antara karakteristik produk dan kebutuhan pelanggan dengan peringkat pelanggan yang tinggi.
Langkah ketujuh adalah menentukan nilai target. Nilai target diambil dari standar atau pendapat ahli yang relevan. Nilai target yang tersedia untuk sepatu keselamatan adalah yang termasuk dalam Standar Eropa untuk sepatu keselamatan (EN 344, 1992). Ketebalan, kekuatan sobek, ketahanan melenturkan dari outsole dan ketahanan terhadap penetrasi, korosi, kompresi toecap adalah contoh persyaratan yang tercantum dalam standar EN 344. Juga persyaratan insulasi dingin dari satu-satunya kompleks, kemampuan bocor seluruh alas kaki, permeabilitas bagian atas, ketebalan outsole dan dimensi toecap disebutkan dalam standar. Persyaratan pusat gravitasi dan ruang sepatu yang besar tidak dibesarkan dalam standar. Karena nilai target yang benar masih belum tersedia untuk analisis QFD tentang sepatu keselamatan, analisis teknis dan analisis pelanggan tidak dilakukan dalam studi kasus ini.
Langkah kedelapan adalah analisis teknis dan analisis pelanggan. Analisis teknis dan pelanggan dilakukan untuk menghindari perubahan desain pada tahap selanjutnya dari proses perencanaan dan produksi. Produk yang berbeda dapat diuji untuk memenuhi permintaan teknis maupun pelanggan.  Analisis ini dilakukan dengan menilai kemampuan produk untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada skala 1-5, di mana nilai 1 berarti bahwa kebutuhan sama sekali tidak terpenuhi dan 5 berarti bahwa kebutuhan dipenuhi sepenuhnya. Analisis teknis dan pelanggan untuk sepatu keselamatan tidak dilakukan karena informasi yang tidak memadai mengenai nilai target.

KESIMPULAN
·           Dengan menggunakan metode QFD, kebutuhan pelanggan diterjemahkan dan terintegrasi dalam keseluruhan proses pengembangan produk. Oleh karena itu metode QFD akan menjadi pelengkap yang sesuai dengan metode ergonomis dimana tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
·           Dalam studi kasus ini analisis QFD mengungkapkan bahwa desain toecap sangat penting untuk memenuhi tuntutan pelanggan. Karakteristik produk penting lainnya adalah 'desain tunggal' dan 'ukuran'. Hal ini bisa dijelaskan oleh fakta bahwa kebutuhan pelanggan dengan prioritas tinggi yaitu, kenyamanan termal dan kecocokan sangat terkait dengan karakteristik toecap, outsole, dan ukuran sepatu masing-masing sehingga sesuai harapan serta dapat meningkatkan kepuasan pelanggan di antara pelanggan sepatu keselamatan di cuaca yang dingin.


Senin, 06 November 2017

TABEL PERBANDINGAN JURNAL 1 DENGAN JURNAL 2


JURNAL 1
JURNAL 2
JUDUL
OPTIMASI PARAMETER MESIN LASER CUTTING TERHADAP KEKASARAN DAN LAJU PEMOTONGAN PADA SUS 316L MENGGUNAKAN TAGUCHI GREY RELATIONAL ANALYSIS METHOD

FAKTOR PENENTU SIFAT WARNA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT UNTUK MEMODELKAN KANDUNGAN MINYAK MENGGUNAKAN EVALUASI NONDESTRUKTIF
DOWNLOAD

SUMBER
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PERMASALAHAN
Semakin banyak dibutuhkan sheet metal yang bermacam-macam sehingga kualitas laju pemotongan produk juga harus ditingkatkan
Mengoptimalkan hasil panen dengan menentukan sifat warna TBS pada kandungan minyak
LATAR BELAKANG
Optimasi parameter yang digunakan pada proses manufaktur untuk mengoptimasi parameter CNC laser cutting, yaitu titik fokus sinar laser, tekanan gas cutting dan cutting speed untuk mengurangi variasi terhadap respon kekasaran dan laju pemotongan pada material SUS 316L. Masing-masing parameter memiliki 3 level dan menggunakan matriks orthogonal L9 (34). Metode ANOVA dan Taguchi digunakan untuk menganalisis data hasil percobaan. Optimasi kekasaran minimum permukaan dan laju pemotongan maksimum pada proses laser cutting dilakukan dengan menggunakan Grey relational analysis.
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi unggulan dalam industri perkebunan di Indonesia. Potensi ini dapat dimaksimalkan dengan mengoptimalkan hasil panen. Tandan buah segar (TBS) sawit umumnya dipanen setelah umur pohon mencapai 3 tahun atau lebih. Namun pemanenan ini memiliki kelemahan yang dipengaruhi oleh faktor seperti angin, hujan, gangguan hewan, dan hama penyakit. Akibatnya hasil panen tidak optimal.
Maka digunakannya teknik tidak merusak menggunakan model deep neural network.
TUJUAN
Untuk mengoptimasi parameter CNC laser cutting, yaitu titik fokus sinar laser, tekanan gas cutting, dan cutting speed untuk mengurangi variasi terhadap repon kekasaran laju pemotongan pada material SUS 316L.
Untuk menemukan metode terbaik untuk merekam TBS sehingga informasi yang didapat dari citra hasil rekaman dapat dikorelasikan secara akurat dengan kematangan dan kandungan minyaknya
METODE PENELITIAN
Taguchi Grey Relational Analysis Method
Teknik pemeriksaan tidak merusak dengan tipe sistem machine-vision dengan model deep neural network
HASIL dan PEMBAHASAN
Penelitian menggunakan material SUS 316L dengan tebal 10mm
Parameter yang digunakan, yaitu parameter titik fokus sinar laser dengan nilai -14mm; -17mm dan -20 mm, parameter tekanan gas cutting dengan nilai 23 bar; 20 bar dan 17 bar, parameter cutting speed dengan nilai 0.6 m/menit; 0.4 m/menit dan 0.2 m/menit. Proses pemotongan menggunakan mesin CNC laser cutting TruLaser 3030 L20 milik PT. Dempo Laser Metalindo dengan bentuk pemotongannnya berdimensi 30x30 mm.

Terdapat 4 metode yang memiliki korelasi baik antara informasi warna pada citra kandungan minyak sampel, yaitu 10m_UV, 10 m_VIS2, 10m_IR2, dan 2 m_IR2 yang masing-masing memliki nilai koefisien korelasi (R2) antara hasil prediksi dengan nilai kandungan minyak yang terukur, masing masing sebesar 1; 1; 1 dan 0,981. Komponen warna yang paling dominan dalam penentuan kandungan minyak TBS dari keempat perlakuan tersebut adalah rasio warna terhadap B (RB) untuk perlakuan 10 m_UV, nilai H dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_Vis2, nilai I dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_IR2, dan nilai RB, H, dan B dari citra TBS pada perlakuan 2m_IR2.
KESIMPULAN
Jadi pada titik fokus sinar laser dengan nilai -14 mm, tekanan gas cutting dengan nilai 17 bar dan cutting speed dengan nilai 0.6 m/min. tekanan gas cutting dan cutting speed memiliki konstribusi dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan yaitu untuk titik fokus sinar laser memiliki konstribusi 29.01% dan tekanan gas cutting memiliki konstribusi paling besar dengan 50.36%. Sedangkan cutting speed tidak memiliki konstribusi yang signifikan dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan.
Dari hasil perekaman citra TBS pada empat konfigurasi perekaman, yaitu 10 m_UV, 10 m_Vis2, 10 m_IR2, dan 2 m_IR2. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) antara hasil prediksi dengan nilai kandungan minyak yang terukur, masing masing sebesar 1; 1; 1 dan 0,981 dan rasio warna R terhadap B (RB) untuk perlakuan 10 m_UV, nilai H dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_Vis2, nilai I dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_IR2, dan nilai RB, H, dan B dari citra TBS pada perlakuan 2m_IR2.

REVIEW JURNAL METODE PENELITIAN



REVIEW JURNAL

JUDUL                                  : FAKTOR PENENTU SIFAT WARNA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT UNTUK MEMODELKAN KANDUNGAN MINYAK MENGGUNAKAN EVALUASI NONDESTRUKTIF FOTOGRAMMETRI
JURNAL                                : TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DOWNLOAD                                    : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/view/14603/10814
VOLUME & HALAMAN      : 26 (2): 162-170
TAHUN                                  : 2015
PENULIS                              : Dinah Cherie1)*, Sam Herodian2), Tineke Mandang2), Usman Ahmad2)
REVIEWER                          : NUR FITRI RAHAYU
TANGGAL                            : 06 NOVEMBER 2017

1.     Pendahuluan
Salah satu komoditi unggulan dalam industri perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit yang tiap tahunnya menghasilkan lebih dari 31 juta ton hasil olahan yang sebagian besar diekspor ke manca negara terutama India dan China. Potensi ini dapat dimaksimalkan dengan mengoptimalkan hasil panen. Tandan buah segar (TBS) sawit umumnya dipanen setelah umur pohon mencapai 3 tahun atau lebih dan dilakukan dengan metode terjadwal sesuai dengan alokasi panen di kebun. Beberapa faktor dapat mempengaruhi pertumbuhan TBS dikarenakan pemanenan terjadwal yang diterapkan tidak memperhatikan hal kematangan. Metode lain untuk pemanenan ini yaitu metode panen terjadwal selektif. Acuan kematangan TBS yang digunakan yaitu menghitung jumlah buah yang membrondol sekitar dua atau lebih di sekitar pohon sawit. Namun pemanenan ini memiliki kelemahan yang dipengaruhi oleh faktor seperti angin, hujan, gangguan hewan, dan hama penyakit. Akibatnya hasil panen tidak optimal.
Sistem deteksi kematangan untuk kelapa sawit yang dikembangkan pada penelitian ini dua yaitu teknik pemeriksaan merusak dan tidak merusak tetapi yang dipakai adalah teknik pemeriksaan tidak merusak dengan tipe sistem machine-vision. Sistem ini bekerja dengan memanfaatkan teknologi perekaman visual untuk merekam gambar objek yang diteliti, lalu dilanjutkan dengan mengolah informasi pada citra yang dihasilkan. Lalu informasi ini diolah menggunakan analisa statistik, untuk mengetahui hubungannya dengan parameter yang akan diukur. Sistem ini memiliki kelebihan dari segi kepraktisan dan biaya cenderung lebih rendah dibandingkan tipe pemeriksaan lainnya. Kamera yang bekerja pada sistem ini akan menangkap spektrum cahaya yang akan digunakan pada sistem pemeriksaan suatu produk pertanian seperti cahaya UV-C dengan panjang gelombang 320-380 nm, inframerah dekat (NIR) dengan spektrum 720-4000 nm, dengan kemampuan sensor kamera untuk menangkap cahaya terbatas pada UV-C sampai dengan NIR-A, yaitu 280-1100 nm.
Analisa citra dalam penggunaan sistem pemeriksaan non destruktif untuk TBS sawit menggunakan analisa adalah neutral network atau jaringan saraf tiruan (JST). Teknik JST ini memiliki berbagai variasi, seperti back propagation, multilayer perceptron, dan deep neural network. Variasi yang dipakai adalah deep neural network, karena memiliki kelebihan dari jumlah sampel yang dibutuhkan dan mampu menjelaksan hubungan antara variabel-variabel dari sampel tersebut secara akurat serta membobotkan komponen dari tiap variabel dalam bentuk koefisien positif, maupun negatif, serta merangkai variabel-variabel tersebut dalam suatu model persamaan berlapis dalam beberapa hidden layers.
Maka dari itu, penelitian ini memiliki tujuan utama untuk menemukan metode terbaik untuk merekam TBS sehingga informasi yang didapat dari citra hasil rekaman dapat dikorelasikan secara akurat dengan kematangan dan kandungan minyaknya menggunakan model algoritma deep neural network. Selain itu, sifat warna TBS yang dapat dijadikan sebagai faktor penentu untuk membangun model kandungan minyak juga dapat diidentifikasi pada penelitian ini.
2.     Bahan dan Metode
Penelitian yang dilakukan pada bulan April 2013 – Mei 2014 ini memilih pohon sawit berumur 7-8 tahun varietas “Marihat” dari Pangkalan Bun sebagai objeknya. Pengamatan ini dilakukan oleh tiga orang panel dari perkebunan dan TBS dipilih jika pengamat sepakat bahwa objek tersebut telah matang dan siap dipanen. Lalu, TBS dipanen, dibersihkan, dibawa ke ruang studio fotografi untuk direkam.
Acuan untuk mengembangkan model deteksi kandungan minyak TBS menggunakan dua parameter, yaitu kandungan minyak dan asam lemak bebas. Gambar yang telah diolah akan menghasilkan nilai warna berupa bentuk data R (merah), G (hijau), dan B (biru) yang ditranformasikan menjadi 12 nilai. Kemudian distandarisasi dan dinormalisasi agar menjadi variable masukan (input variable) pada model penentuan kematangan TBS.
SPSS 20.0 digunakan untuk penentuan kematangan TBS yang menggunakan teknik deep neural network. Data nilai dari hasil perekaman dibagi menjadi dua, yaitu (70%) untuk membangun model dan sisanya (30%) untuk menguji model. Lalu untuk memvalidasi bahwa model memiliki akurasi yang baik dan tidak bersifat over-fit, maka kesalahan prediksi diukur koefisien korelasi (R2) dan root-mean-square-error (RMSE). Faktor penentu sifat warna TBS untuk memodelkan kandungan minyak menggunakan evaluasi nondestruktif fotogrammetri dipilih berdasarkan besaran kontribusi dari komponen warna tersebut terhadap pembentukan model, serta kalibrasi penyesuaian model.
3.     Hasil dan Pembahasan
Dari penelitian ini terdapat 20 kombinasi perekaman citra TBS yang dilakukan dalam ruang studio fotografi, meliputi kombinasi pencahayaan seperti spektrum cahaya, intensitas cahaya dan jarak perekaman TBS. Dari 20 kombinasi perekaman citra TBS tersebut terdapat 4 metode yang memiliki korelasi baik antara informasi warna pada citra kandungan minyak sampel, yaitu 10m_UV, 10 m_VIS2, 10m_IR2, dan 2 m_IR2.
a.  Perlakuan 10 m_UV
Perlakuan 10 m_UV adalah metode perekaman citra TBS pada ruang studio fotografi, dimana TBS direkam oleh kamera dari jarak 10 m menggunakan lampu pencahayaan ultraviolet (UV) dengan daya lampu terukur 600 watt. Hasil dari perlakuan 10m_UV, yaitu model prediksi kandungan minyak TBS yang dibangun pada perlakuan ini dapat secara akurat memperkirakan besarnya minyak yang terdapat pada TBS. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dari regresi hasil prediksi model dengan hasil pengukuran laboratorium, yaitu sebesar 1. Nilai R2 sebesar 1 menunjukkan bahwa nilai kesalahan prediksi dari model (RMSE) untuk menentukan kandungan minyak TBS dari sampel yang direkam sangat kecil (mendekati nol), sehingga tidak perlu diperhitungkan. Pada perlakuan ini, rasio warna merah terhadap biru (RB) pada hasil rekaman citra TBS adalah komponen warna paling penting dalam menentukan kandungan minyak TBS secara nondestruktif menggunakan teknik fotogrammetri.
b.  Perlakuan 10 m_Vis2
Perlakuan 10m_Vis2 adalah metode perekaman citra TBS pada ruang studio fotografi menggunakan kamera, dari jarak 10 m, dengan lampu halogen 1000 watt. 15 komponen warna diekstrak dari setiap citra TBS yang direkam, dan digunakan sebagai variabel input pada program pengolahan statistik untuk membangun model prediksi kandungan minyak TBS menggunakan JST. Hasil dari perlakuan 10 m_Vis2 yang dibangun dapat secara akurat memperkirakan kandungan minyak yang terdapat pada TBS. Nilai koefisien korelasi dari regresi linear antara hasil prediksi model dengan hasil pengukuran laboratorium menunjukkan R2 sebesar 1 yang menunjukkan bahwa nilai RMSE yang minimum, sehingga dapat diabaikan. Pada perlakuan ini, nilai Hue (H) dan Saturasi (S) pada hasil rekaman citra TBS merupakan komponen warna dominan dalam penentuan kandungan minyak TBS secara nondestruktif menggunakan teknik fotogrammetri.
c.  Perlakuan 10 m_IR2
Pada perlakuan 10 m_IR2, citra TBS direkam dalam ruang studio fotografi dari jarak 10 m menggunakan lampu halogen 1000 watt, serta sebuah filter IR pada lensa kamera. Hasil dari perlakuan 10 m_IR2, yaitu model prediksi kandungan minyak TBS yang dibangun pada perlakuan ini memiliki akurasi yang baik untuk menduga kandungan minyak pada TBS, terlihat dari nilai koefisien korelasi (R2) model sebesar 1. Nilai ini menunjukkan kesalahan prediksi model (RMSE) sangat kecil (mendekati nol), dan dapat diabaikan. Pada perlakuan ini, nilai intensity (I) dan saturasi (S) pada hasil rekaman citra TBS merupakan komponen warna paling penting dalam menentukan kandungan minyak TBS secara non destruktif menggunakan teknik fotogrammetri.
d.  Perlakuan 2 m_IR2
Pada ketiga perlakuan sebelumnya, jarak perekaman TBS adalah 10 m, namun pada perlakuan ini, TBS direkam pada ruang studio fotografi dari jarak 2 meter. Lampu halogen 1000 watt digunakan untuk menerangi objek (TBS) dan sebuah filter IR di gunakan pada lensa kamera. Hasil dari perlakuan 2 m_IR2, yaitu model prediksi kandungan minyak TBS yang dibangun pada perlakuan ini juga memiliki akurasi yahg baik untuk memperkirakan kandungan minyak pada TBS. Nilai koefisien korelasi (R2) model sebesar 0,981 menunjukkan nilai kesalahan prediksi model (RMSE) masih dapat diterima, sehingga model dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan minyak pada TBS. Pada perlakuan ini, nilai rasio R dan B, nilai H dan B pada citra TBS merupakan komponen warna paling penting dalam menentukan kandungan minyak TBS secara non destruktif menggunakan teknik fotogrammetri.
4.     Kesimpulan dan Saran
a.  Kesimpulan
Hasil kesimpulan dari penelitian ini, yaitu model prediksi kandungan minyak TBS berdasarkan 15 informasi warna yang diperoleh dari hasil perekaman citra TBS pada empat konfigurasi perekaman, yaitu 10 m_UV, 10 m_Vis2, 10 m_IR2, dan 2 m_IR2. Akurasi diukur berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) antara hasil prediksi dengan nilai kandungan minyak yang terukur, masing masing sebesar 1; 1; 1 dan 0,981. Komponen warna yang paling dominan dalam penentuan kandungan minyak TBS dari keempat perlakuan tersebut adalah rasio warna terhadap B (RB) untuk perlakuan 10 m_UV, nilai H dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_Vis2, nilai I dan S dari warna citra pada perlakuan 10 m_IR2, dan nilai RB, H, dan B dari citra TBS pada perlakuan 2m_IR2.
b.  Saran

Penggunaan deep neural network (JST) memungkinkan dibangunnya model prediksi kandungan minyak TBS dengan akurasi yang sangat baik, tetapi terbatas pada 4 konfigurasi perekaman gambar. Penelitian ini perlu ditelaah lebih lanjut berbagai konfigurasi perekaman TBS yang memungkinkan dibangunnya model prediksi kandungan minyak TBS dari berbagai jarak, pencahayaan dan spektrum.

Minggu, 08 Oktober 2017

Review Jurnal Metode Penelitian

REVIEW JURNAL

Judul: OPTIMASI PARAMETER MESIN LASER CUTTING TERHADAP KEKASARAN DAN LAJU PEMOTONGAN PADA SUS 316L MENGGUNAKAN TAGUCHI GREY RELATIONAL ANALYSIS METHOD
Tahun : 2016
Penulis :  Rakasita R., Karuniawan B. W., Anda Iviana Juniani*)
Jurnal :Teknik Industri
Volume : Vol. XI, No. 2, Mei 2016
Reviewer : Nur Fitri Rahayu
Tanggal : 08 Oktober 2017

1.     Pendahuluan
Pada jurnal “Optimasi Parameter Mesin Laser Cutting terhadap Kekasaran dan Laju Pemotongan pada SUS 316L Menggunakan Taguchi Grey Relational Analysis Method” penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengoptimasi parameter CNC laser cutting, yaitu titik fokus sinar laser, tekanan gas cutting, dan cutting speed untuk mengurangi variasi terhadap repon kekasaran laju pemotongan pada material SUS 316L. Taguchi merupakan salah satu metode yang dipakai dalam penelitian ini.
Pada paragraf ini penulis menjelaskan bahwa semakin banyak produk yang menggunakan sheet metal, maka semakin banyak dibutuhkan sheet metal yang bermacam-macam sehingga kualitas produk juga harus ditingkatkan. CNC laser cutting merupakan alat permesinan yang digunakan untuk memotong sheet metal material keras dengan pola yang rumit dalam waktu yang cepat. Proses ini diharapkan akan menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Proses permesinan ini dilakukan pada material SUS 316L dengan menggunakan titik fokus sinar laser, tekanan gas cutting, dan cutting speed. Material ini bersifat keras dan memiliki kandungan nikel 8% sehingga menghasilkan sifat tahan korosi. Mesin CNC laser cutting yang digunakan adalah tipe Trulaser 3030 (L20). Didalam mesin ini terdapat dua gas, yaitu gass laser dan gas cutting untuk pemotongan. Gas laser terdiri dari CO2, N2, dan He yang berfungsi sebagai alat pemotong pada laser cutting dengan cara melelehkan material. Sedangkan gas cutting terdiri dari Ountuk pemotongan material mild steel dan N2 untuk pemotongan material stainless steel. Gas ini memiliki fungsi untuk menghembuskan sisa-sisa lelehan material agar hasilnya lebih bagus.
Pada paragraf ini penulis menjelaskan untuk mengoptimalkan respon kekerasan dan laju pemotongan maka metode Taguchi dikombinasikan dengan Grey Relational Analysis agar mendapatkan hasil yang optimum. Metode Taguchi digunakan untuk menentukan jumlah eksperimen yang akan dilakukan sesuai dengan matriks orthogonal L9 (34) dengan derajat bebas 8 dan nilai rasio S/N. Metode GRA digunakan dalam proses perhitungan agar menghasilkan pengoptimalan lebih dari satu respon berdasarkan nilai rasio S/N dari metode Taguchi sebelumnya. Perhitungan data awal, yaitu normalisasi urutan asli menjadi urutan yang sebanding pada metode analisis grey. Normalisasi ini digunakan untuk menyeimbangkan antara nilai rasio S/N. Taguchi dengan GRA. Lalu GRC (Grey Relational Coeficient), yaitu nilai koefisien dari metode Grey dengan nilai diantara 0 dan 1 untuk setiap respon yang diamati. Kemudian dilakukan penggabungan respon melalui pengolahan data menggunakan Grey Relational Grade dengan pembobotan yang digunakan 1 atau 100%. Hasil kombinasi optimal dari nilai GRG yang tertinggi akan dikaitkan menggunakan metode ANOVA. Metode ini digunakan untuk mengetahui kombinasi parameter yang terbaik dalam eksperimen.
Pada paragraf ini penulis menjabarkan bahwa menutuy Rochim, T. (2001) mendefinisikan bahwa yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi kekasaran permukaan adalah parameter Ra (rata-rata aritmatika). Parameter Ra sendiri adalah nilai rata-rata dari ordinat profil efektif garis rata-ratanya. Parameter ini cocok untuk pemeriksaan kualitas benda kerja dalam jumlah banyak, karena lebih peka terhadap penyimpangan pada proses perbandingan dibandingkan dengan parameter lainnya. Pengujian kekasaran ini dilakukan menggunakan alat uji Mitutoyo SJ 201. Pengukuran dilakukan disetiap sisi pemotongan dengan arah horizontal 4x pada sisi atas, bawah, dan dua ditengah. Hasil dari pengukuran ini didapatkan rata-rata kekasaran permukaan yang akan digunakan untuk nilai terhadap respon kekasaran dan akan mempengaruhi laju pemotongan. Laju pemotongan (MRR) yang tidak tepat akan menghasilkan hasil yang kurang baik. Pada mesin CNC laser cutting laju pemotongan didapatkan berdasar banyaknya material yang terbuang atau leleh (slag) dalam satuan waktu.untuk mendapatkan banyaknya material yang terbuang didapat dari pengurangan antara volume sisa dari produk dengan volume produk yang didapat per satuan waktu. Rumus untuk menentukan nilai laju pemotongan yaitu: MRR = v x L dengan v, kecepatan potong dan L, luas penampang (L= (a+b)/2 dimana a, panjang sisi atas, b panjang sisi bawah).
2.     Hasil dan Pembahasan
Penulis melakukan penelitian ini menggunakan mesin CNC laser cutting TruLaser 3030 L20 milik PT. Denpo Laser Metalindo dengan bentuk pemotongan 30 x 30 mm dan material SUS 316L dengan tebal 10mm. Parameter yang digunakan oleh penulis, yaitu titik fokus sinar laser dengan nilai -14, -17, dan -20 mm; tekanan gas cutting dengan nilai 23, 20, dan 17 bar; dan parameter cutting speed dengan nilai 0,6, 0,4, dan 0,2 m/menit. Metode yang digunakan adalah metode Taguchi Grey relational analysis dengan menggunakan matriks orthogonal L(34) sehingga terdapat jumlah eksperimen 9 dan dilakukan 3 kali replikasi. Proses yang dilakukan adalah pengambilan data dengan mengukur waktu aktual dengan stopwatch dan mengukur hasil dimensi dari hasil produk penelitian yang akan dijadikan input data pada respon laju pemotongan. Setelah itu dilakukan uji kekasaran permukaan pada hasil kualitas pemotongan sehingga nilai kekasaran permukaan digunakan sebagai input data pada respon kekasaran. Untuk nilai respon kekasaran dilakukan dengan pengujian Ra menggunakan alat surface roughness tester dengan satuan m. Nilai laju pemotongan didapatkan dari rumus MRR dan rumus luas penampang yang akan menghasilkan nilai rata-rata kekasaran permukaan dan laju pemotongan setiap eksperimen.
Setelah mendapatkan hasil pengukuran penulis mengolah data melalui perhitungan rasio S/N berdasarkan karakteristik respon yang dijabarkan dalam perumuskan berikut:
a.    Semakin kecil semakin baik untuk respon kekasaran permukaan
S/N ≥ 0 sehingga nilai S/N mendekati nol (S/N -> 0)
S/N = -10log
 , dimana n = jumlah pengulangan dari suatu eksperimen dan Y = data yang diperoleh dari percobaan.
b.    Semakin besar semakin baik (MRR) untuk respon laju pemotongan 0<S/N<  keterangan n dan Y sama seperti a.

Lalu perhitungan optimasi dengan metode Grey Relational Analysis (GRA).
STEP 1. Perhitungan normalisasi S/N
STEP 2. Perhitungan deviasi 

STEP 3. Perhitungan Grey relational coeficient

STEP 4. Perhitungan Grey relational grade
Pembobotaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0.6 untuk respon kekasaran permukaan dan 0.4 untuk respon laju pemotongan. Nilai total GRG yang optimum adalah sebesar 0.7610 sehingga eksperimen dengan kombinasi level parameter A2B3C1 adalah kombinasi dengan level yang terbaik dalam penelitian ini.
Selanjutnya menggunakan metode ANOVA dengan menggunakan software MiniTab untuk menganilis respon agar lebih teliti. Input data yang digunakan dalam perhitungan ANOVA ini adalah nilai rasio S/N yang dimiliki oleh GRG.
Berdasarkan hasil pengolahan software minitab menyatakan bahwa parameter tekanan gas cutting (B) memiliki nilai F hitung tertinggi yaitu sebesar 10.23 sehingga parameter tekanan gas cutting (B) adalah parameter yang paling mempengaruhi pada penelitian ini. Selain itu, dapat diambil kesimpulan bahwa rangking 1 merupakan nilai parameter yang paling mempengaruhi penelitian sehingga parameter gas cutting (B) adalah parameter yang paling berpengaruh. Selanjutnya diikuti dengan parameter titik fokus sinar laser (A) dan terakhir parameter cutting speed (C). Lalu dapat dilihat bahwa kombinasi parameter level yang paling optimum terletak pada kombinasi level parameter A1B3C1 yaitu pada titik fokus sinar laser dengan nilai -14 mm, tekanan gas cutting pada nilai 17 bar dan cutting speed pada nilai 0.6 m/menit yang menghasilkan respon kekasaran permukaan minimum dan laju pemotongan maksimum.
3.     Interpretasi Hasil Eksperimen
     Interpretasi hasil eksperimen menggunakan persen kontribusi untuk mengatahui besarnya konstribusi yang diberikan oleh masing-masing parameter yang digunakan pada eksperimen. Dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan adalah sebagai berikut:
a.   Parameter yang memiliki konstribusi terbesar adalah parameter B dengan nilai konstribusi 50,3626%.
b.   Parameter berikutnya yang memiliki konstribusi dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran permukaan dan laju pemotongan adalah parameter A.
c.   Sedangkan parameter C tidak memiliki konstribusi yang signifikan dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan.
4.     Interval Kepercayaan dan Eksperimen Konfirmasi
Interval kepercayaan digunakan untuk menentukan interval nilai toleransi yang mampu dicapai pada eksperimen dengan kombinasi level parameter yang optimum. Rata-rata tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%.
Eksperimen konfirmasi dilakukan berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya untuk membuktikan data tersebut sebagai kesimpulan. Eksperimen ini dilakukan sebanyak 5 kali pada kondisi optimal yaitu titik fokus sinar laser pada nilai -14mm, tekanan gas cutting pada nilai 17 bar dan cutting speed pada nilai 0.6 m/menit.
Hasil yang didapat bahwa kombinasi yang optimal terletak pada titik fokus sinar laser level 1 dengan nilai -14 mm dan tekanan gas cutting level 3 dengan nilai 17 bar menggunakan interval 95% maka interval kepercayaan eksperimen Taguchi beririsan dengan nilai kepercayaan konfirmasi.
5.     Kesimpulan
Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah bahwa parameter yang tepat untuk titik fokus sinar laser, gas cutting, dan cutting speed pada proses laser cutting untuk pemotongan SUS 316L dapat mengoptimalkan kekasaran yang minimum dan laju pemotongan yang maksimal dengan titik fokus sinar -14mm, tekanan gas cutting 17 bar, dan cutting speed 0,6 m/min. Parameter ini memiliki konstribusi dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan untuk titik fokus sinar laser 29,01%, tekanan gas cutting 50,36% dan cutting speed tidak memiliki konstribusi yang signifikan dalam mengurangi variasi dari respon kekasaran dan laju pemotongan.